• Testing Link 1

    Ini adalah contoh dari slide show yang saya buat

  • Enter Slide 2 Title Here

    This is slide 2 description. Find these sentences in Edit HTML and replace with your own words. This is a Blogger template by NewBloggerThemes.com...

  • Enter Slide 3 Title Here

    This is slide 3 description. Find these sentences in Edit HTML and replace with your own words. This is a Blogger template by NewBloggerThemes.com...

Minggu, 17 Agustus 2014

Posted by Sejarah Perpustakaan on 21.14 | No comments
Mengungkap Makna Yuhibbuka Fillah”


Memang pada zaman sekarang kata Yuhibbuka fillah bagi pemuda-pemudi yang tidak ada hubungan mahrom dan tidak faham mengenai tafsirnya secara islami, kalau salah tafsirkan akan terlihat seperti pedang bermata dua, karena dapat ditafsirkan ganda yaitu satu sisi menafsirkannya sebagai kata I love you bahkan lebih daripada itu yang digunakan sebagaimana terhadap seorang kekasih-asmaranya, maka tafsir ini bathil dan satu sisi menafsirkan sebagaimana benar-benar cinta karena Allah, maka inilah tafsir yang sahih. Selayaknya lah kita berhati-hati/wara’ karena syetan itu selalu mengintai dan tipu muslihatnya pun sangatlah halus bahkan tidak kita sadari, karena dia mengalir dan bersembunyi dialiran darah kita

sebenarnya kata i love you dengan ana yuhibbuka fillah itu ada sedikit persamaan, yaitu persamaannya adalah bisa di obral kepada banyak orang tertentu (tidak hanya pada kekasih) Pernahkah melihat film-film asing yang mengatakan `i love you child`, i love you mom, i love you dady, dll. Akan tetapi hanya saja kalimat i love you sangat gemar di katakan oleh orang pemuda-pemudi pasangan kasih asmara agar hubungan mereka saling mengikat dan semakin bertambah-tambah mabuk asmara dan lupa akan dirinya, sedangkan yuhibbuka fillah tidak berorientasi ke hal tersebut, karena yuhibbuka fillah tujuannya untuk keridhoan Allah, melanggengkan hubungan ukhuwah islamiyah dan mendatangkan rahmat-Nya maka itu kalimat ini banyak digunakan oleh orang yang suka karena Allah semata bukan karena nafsu sahwati, oleh karena itu kalimat uhibbuka fillah dapat dikatakan kepada sesama muslim walaupun sesama lelaki, sedangkan kalimat i love you akan terasa ganjil jika dinyatakan oleh sesama jenis. Kata uhubbika fillah juga sering dikatakan oleh orang terhadap anaknya, saudara, paman, ibu, bapak, guru, suami/isteri, dan terhadap orang-orang yang diperintahkan Allah untuk menjaga hubungan ukhwah islamiyah dan akan menambah/mendatangkan kecintaan kepada Allah serta keridhoan Allah kepadanya.

Adanya kalimat fillah= karena Allah inilah yang sebenarnya menyebabkan lebih dahsyat dari pada kalimat I love You, sedangkan pengertian cinta karena Allah adalah cinta yang tujuannnya untuk mencapai keridhoan Allah dan tidak ada tujuan apa pun dalam mencintai selain untuk mendapatkan ridha Allah. Orang yang semacam inilah yang kelak pada Hari Kiamat akan mendapat janji Allah.

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
Sesungguhnya Allah pada Hari Kiamat berseru, ‘Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini akan Aku lindungi mereka dalam lindungan-Ku, pada hari yang tidak ada perlindungan, kecuali per-lindungan-Ku.” (HR. Muslim)
Dari Mu’adz bin Jabal ra. berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, “Wajib untuk mendapatkan kecintaan-Ku orang-orang yang saling mencintai karena Aku dan yang saling berkunjung karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku.” (HR. Ahmad).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah berfirman pada Hari Kiamat, “Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku pada hari ini? Aku akan menaungi mereka dalam naungan-Ku pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Ku.” (HR. Muslim; Shahih)
Dari Abu Muslim al-Khaulani radhiyallahu ‘anhu dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan dari Rabb-nya, dengan sabdanya, ‘Orang-orang yang saling cinta karena Allah berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya dalam naungan ‘Arsy pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya.’”
Abu Muslim radhiyallahu ‘anhu melanjutkan, “Kemudian aku keluar hingga bertemu ‘Ubadah bin ash-Shamit, lalu aku menyebutkan kepadanya hadits Mu’adz bin Jabal. Maka ia mengatakan, ‘Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan dari Rabb-nya, yang berfirman, ‘Cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling tolong-menolong karena-Ku, dan cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling berkunjung karena-Ku.’ Orang-orang yang saling cinta karena Allah berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya dalam naungan ‘Arsy pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya.” (HR. Ahmad; Shahih dengan berbagai jalan periwayatannya)
Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Orang-orang yang saling cinta karena keagungan-Ku, mereka mendapatkan mimbar-mimbar dari cahaya sehingga para nabi dan syuhada iri kepada mereka.” (HR. At-Tirmidzi; Shahih)
Anas bin Malik ra. Rasul SAW. Bersabda:
Sesungguhnya bagi Allah SWT. Ada hamba yang dihari kiamat dipersiapkan mimbar untuk mereka, mimbar-mimbar tersebut diduduki oleh mereka/suatu kaum yang berpakaian dari nur/cahaya, dan wajah merekapun bercahaya, mereka bukan para Nabi ataupun orang-orang yang mati syahid, malahan para nabi dan para syuhadapun sangat mendambakannya/iri pada mereka. Lalu para sahabat bertanya: siapakah mereka itu ya Rasul? Jawab beliau SAW. : merekalah orang-orang yang saling mencintai dan menyayangi semata karena Allah, saling berziarah semata karena Allah, dan saling duduk/bergaul juga semata karena Allah SWT (HR. Thabrani dalam Al-Ausath)

Dari Abu Hurairah ra, Rasul SAW. Bersabda:
Sungguh kelak di hari kiamat Allah berseru: Mana saja orang-orang yang saling menjalin cinta/berkasih sayang semata karena Aku? Maka demi kemenangan dan keluhuranKu, pada hari ini Aku memberi naunganKu, di hari tiada naungan kecuali naunganku. (HR. Thabrani)

Dari Barirah ra, Nabi SAW. Bersabda:
Sesungguhnya di sorga terdapat kamar-kamar yang terlihat kulit luarnya dari dalam dan sebaliknya, Allah sediakan bagi orang-orang yang saling berkasih sayang dan yang suka saling berkasih sayang dan yang suka saling berziarah serta saling membantu karena Allah.

Dengan adanya hadist diatas, maka bukankah kata ana yuhibbuka fillah lebih dahsyat dari pada kalimat I love you?


Dalam konteks islam sebenarnya Kata Yuhibbuka fillah dapat tergambar dari hadits berikut:

Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam hadits Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , diceritakan, “Dahulu ada seorang laki-laki yang berkunjung kepada saudara (temannya) di desa lain. Lalu ditanyakan kepadanya, ‘Ke mana anda hendak pergi? Saya akan mengunjungi teman saya di desa ini’, jawabnya, ‘Adakah suatu kenikmatan yang anda harap darinya?’ ‘Tidak ada, selain bahwa saya mencintainya karena Allah Azza wa Jalla’, jawabnya. Maka orang yang bertanya ini mengaku, “Sesungguhnya saya ini adalah utusan Allah kepadamu (untuk menyampaikan) bahwasanya Allah telah mencintaimu sebagaimana engkau telah mencintai temanmu karena Dia.”

Ungkapkan Cinta Karena Allah, Anas Radhiallaahu anhu meriwayatkan, “Ada seorang laki-laki di sisi Nabi Shalallaahu alaihi wasalam. Tiba-tiba ada sahabat lain (laki-laki) yang berlalu. Laki-laki tersebut lalu berkata, “Ya Rasulullah, sungguh saya mencintai orang itu (karena Allah)”. Maka Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bertanya “Apakah engkau telah memberitahukan kepadanya?” “Belum”, jawab laki-laki itu. Nabi bersabda, “Maka bangkit dan beritahukanlah padanya, niscaya akan mengokohkan kasih sayang di antara kalian.” Lalu ia bangkit dan memberitahukan, “Sungguh saya mencintai anda karena Allah.” Maka orang ini berkata, “Semoga Allah mencintaimu, yang engkau mencintaiku karena-Nya.” (HR. Ahmad, dihasankan oleh Al-Albani).

Dari kedua hadits tersebut dapatlah dilihat ungkapan Ana yuhibbuka fillah tidak lazim digunakan untuk hubungan seorang dalam jalinan kekasih-asmara dua sejoli yang dimabuk cinta, namun dilain pihak sangat dianjurkan untuk diucapkan orang yang sudah sah suami isteri, sesama kerabat atau teman dan pada intinya sesama umat islam.

Coba kita perhatikan lagi berita di bawah ini:

Abu Idris Alchaulani berkata: saya masuk masjid di Damsyik tiba-tiba ada seorang pemuda yang tampan (putih mengkilat giginya) dikerumuni oleh orang-orang, bahkan mereka jika berselisih dalam sesuatu hal maka menyandar pada pendapatnya.
Maka saya bertanya tentang pemuda itu. Dikatakan kepada saya: Ia Mu’adz bin Jabal ra. Maka pada esok harinya saya datang ke mesjid lebih pagi, mendadak saya lihat dia sudah ada didalam mesjid sedang sembahyang, dan setelah selesai sembahyang saya datang memberi salam kemudian saya berkata: Demi Allah, sungguh saya cinta kepadamu. Jawab Mu’azd: Demi Allah? Jawabku: Demi Allah. Maka dia menarik pinggir (ujung) selendangku, supaya mendekat padanya, sambil berkata : sambutlah khabar baik, saya telah mendengar Rasulullah SAW. Bersabda: Allah berfirman: pasti akan mendapat kasih sayangKu orang yang berkasih sayang karenaKu, dan sumbang-menyumbang ziyarah menziyarahi dan bantu membantu, dan berkumpul karenaKu.

Anas ra. Bersabda nabi SAW. : Tiga sifat siapa yang ia memilikinya akan merasakan kelezatan iman; (1) ia mencintai Allah dan Rasulullah lebih dari lain-lainNya. (2) Jika ia mencintai sesama manusia semata-mata karena Allah. (3) Enggan kembali kepada kafir setelah diselamatkan Allah daripadanya, sebagaimana enggan dimasukkan ke dalam neraka. (Bukhari-Muslim)

Mu’adz ra. Berkata : saya telah mendengar rasulullah SAW. Bersabda : Allah berfirman: Mereka yang cinta kasih karena kebesaranKu mempunyai beberapa mimbar dari cahaya, yang diinginkan oleh para nabi dan orang-orang mati syahid. (Attirmidzy)


Abu Kuraimah (Almiqdad) bin Ma’dy Karib ra. Berkata: bersabda Nabi SAW.: Jika seorang cinta kepada saudaranya, harus memberitahu kepadanya bahwa ia kasih sayang kepadanya karena Allah.

Mu’adz ra. Berkata: Rasulullah memgang tanganku sambil bersabda: hai mua’azd sungguh saya kasih padamu, dan berpesan pada mu: jangan kau tinggalkan tiap selesai sholat membaca: ALLAHUMMA A’INNI ALA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI ’IBADATIKA. (Ya Allah, tolonglah saya untuk tetap berdzikir padaMu dan bersyukur padaMu dan menyempurnakan ibadatku kepadaMu.)


Hal yang harus diperhatikan oleh orang yang saling mencintai karena Allah adalah untuk terus melakukan evaluasi diri dari waktu ke waktu. Adakah sesuatu yang mengotori kecintaan tersebut dari berbagai kepentingan duniawi?
Lemah Lembut, Bermuka Manis dan Saling Memberi Hadiah Paling tidak, saat bertemu dengan teman hendaknya kita selalu dalam keadaan wajah berseri-seri dan menyungging senyum adalah hal yang diperhatikan.
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Jangan sepelekan kebaikan sekecil apapun, meski hanya dengan menjum-pai saudaramu dengan wajah berseri-seri.” (HR. Muslim dan Tirmidzi).
Dalam sebuah hadis riwayat Aisyah Radhiallaahu anha disebutkan, bahwasanya “Allah mencintai kelemah-lembutan dalam segala sesuatu.” (HR. al-Bukhari).
Dalam hadis lain riwayat Muslim disebutkan “Bahwa Allah itu Maha Lemah-Lembut, senang kepada kelembut-an. Ia memberikan kepada kelembutan sesuatu yang tidak diberikan-Nya kepada kekerasan, juga tidak diberikan kepada selainnya.”
Termasuk yang membantu langgengnya cinta dan kasih sayang adalah saling memberi hadiah di antara sesama teman. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Saling berjabat tanganlah kalian, niscaya akan hilang kedengkian. Saling memberi hadiah lah kalian, niscaya kalian saling mencintai dan hilang (dari kalian) kebencian.” (HR. Imam Malik).
Saling Memberi Nasihat Dalam Islam, prinsip menolong teman adalah bukan berdasar permintaan dan keinginan hawa nafsu teman. Tetapi prinsip menolong teman adalah keinginan untuk menunjukkan dan memberi kebaikan, menjelaskan kebenaran dan tidak menipu serta berbasa-basi dengan mereka dalam urusan agama Allah. Termasuk di dalamnya adalah amar ma’ruf nahi mungkar, meskipun bertentangan dengan keinginan teman. Adapun mengikuti kemauan teman yang keliru dengan alasan solidaritas, atau berbasa-basi dengan mereka atas nama persahabatan, supaya mereka tidak lari dan meninggalkan kita, maka yang demikian ini bukanlah tuntunan Islam.Berlapang Dada dan Berbaik Sangka Salah satu sifat utama penebar kedamaian dan perekat ikatan persaudaraan adalah lapang dada. Orang yang berlapang dada adalah orang yang pandai memahami berbagai keadaan dan sikap orang lain, baik yang menyenangkan maupun yang menjengkelkan. Ia tidak membalas kejahatan dan kezhaliman dengan kejahatan dan kezhaliman yang sejenis, juga tidak iri dan dengki kepada orang lain.
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Seorang mukmin itu tidak punya siasat untuk kejahatan dan selalu (berakhlak) mulia, sedang orang yang fajir (tukang maksiat) adalah orang yang bersiasat untuk kejahatan dan buruk akhlaknya.” (HR. HR. Tirmidzi, Al-Albani berkata “hasan”)
Karena itu Nabi Shalallaahu alaihi wasalam mengajarkan agar kita berdo’a dengan: “Dan lucutilah kedengkian dalam hati- ku.” (HR. Abu Daud, Al-Albani berkata ’shahih’)

Cinta karena Allah adalah dapat diartikan cinta kepada person yang dicintai Allah seperti para nabi, rasul para sahabat nabi dan orang-orang shalih. Cinta karena Allah jua berwujud cinta kepada perbuatan shalih seperti shalat, puasa, zakat, berbakti kepada orang tua, memuliakan tetangga, berakhlaq mulia, menuntut ilmu syar’I dan segala perbuatan yang baik lainnya. Dengan demikian, ketika seorang muslim mencintai seseorang atau perbuatan maka ia punya barometer “ apakah hadir pada perbuatan maupun orang tadi hal yang dicintai Allah”. Bagaimana kita tahu kalau suatu perbuatan dicintai Allah? Jawabnya adalah, apabila telah melakukan segala yang diperintahkan Allah atau yang diperintahkan Rasulullah berupa hal yang wajib maupun yang sunah (mustahab).
Cinta yang disyariatkan diantaranya adalah cinta kepada saudaranya seiman. “tidak beriman salah seorang diantara kalian sampai mencintai saudaranya sesama muslim sebagaimana mencintai dirinya sendiri” (HR. Bukhari dan Muslim). Cinta ini bermanfaat bagi pelakunya sehingga mereka layak mendapatkan perlindungan Allah di hari tiada perlindungan kecuali perlindngan Allah saja

Pelajaran yang terdapat dalam hadits tersebut:
1. Seorang mu’min dengan mu’min yang lainnya bagaikan satu jiwa, jika dia mencintai
saudaranya maka seakan-akan dia mencintai dirinya sendiri.
2. Menjauhkan perbuatan hasad (dengki) dan bahwa hal tersebut bertentangan dengan
kesempurnaan iman.
3. Iman dapat bertambah dan berkurang, bertambah dengan ketaatan dan berkurang
dengan kemaksiatan.
4. Anjuran untuk menyatukan hati.

Dr. Yusuf Qardhawi dalam bukunya Al-Mujtama’ Al-Islamie mengatakan bahwa ukhuwwah islamiyah dapat melahirkan al-ikhaa’ul islamie, dan tujuan terpenting daripadanya adalah persamaan hak (al-musaawah), saling membantu (at-ta’aawun), dan cinta kasih karena Allah (al-hubb fillah).
Ciri ukhuwwah yang lain adalah At-Ta’awun atau saling bantu-membantu. Sudah sewajarnya manusia membutuhkan keberadaan orang lain untuk membantunya.
Sebagai seorang ikhwan sudah selayaknya kita siap memberikan bantuan kapan saja dan di mana saja bila saudara kita membutuhkannya. Bantuan adalah hal yang luas pengertiannya. Menolong saudaranya dalam hal mencegah terhadap perbuatan dzalim termasuk juga bantuan.
Jadi, bantuan dapat kita kerjakan kapanpun dalam setiap hembusan nafas kita. Sesuai sabda Rasulullah SAW, bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang berguna untuk lingkungannya.

Ukhuwwah timbul dari adanya rasa cinta kepada Al-Ikhwan karena Allah. Cinta dapat diwujudkan melalui menghormati sesama ikhwan, berlapang dada, saling mendoakan, berharap akan kebaikan untuknya, dan menghindari rasa dengki.
Rasulullah SAW bersabda dalam hadistnya riwayat Bukhari:
Tidak boleh dengki kecuali dalam dua hal, (yaitu) seseorang yang diberi Allah SWT kekayaan dan dipergunakan kekayaannya untuk mempertahankan yang hak, dan kepada orang yang diberi Allah ilmu yang dengan ilmu itu diajarkan dan diamalkannya”.

Untuk terbentuknya sebuah jalinan ukhuwwah, diperlukan metode atau jalan tersendiri. Di antaranya adalah taat berhukum pada Al-Qur’an dan mengambil sunah Rasul sebagai undang-undang kehidupan. Jika kita berukhuwwah dengan mengedepankan aspek ini, insya Allah ukhuwwah atas dasar iman kepada Allah yang dapat menghantar kita meraih ridho Allah dapat terwujud. Jadikanlah Allah sebagai sentral duniamu (Allah Oriented)

Selain itu diperlukan juga adanya budaya mengucapkan salam. Salam dalam islam berarti mendoakan keselamatan dan kesejahteraan untuk orang yang disalaminya. Dalam satu hadistnya Rasulullah SAW bersabda, “Demi Zat yang diriku berada pada genggaman-Nya, tidaklah kalian masuk surga sehingga kalian beriman, dan tidaklah sempurna iman kalian sehingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang dapat menimbulkan rasa saling mencintai? Sebarkanlah (budayakanlah) salam di antara kalian.

“Manusia itu tergantung dien kawan kentalnya, maka perhatikanlah salah satu dari kawan kental manusia itu”, begitulah bunyi sabda Rasulullah SAW. Membangun sebuah ukhuwwah tidaklah semudah seperti berjumpa dengan seseorang, menjabat tangannya, dan menanyakan namanya. Ada tolak ukur untuk membangun sebuah ukhuwwah islamiyah antar al-ikhwan. berikut tolok ukur membangun sebuah ukhuwwah.

1. Menjadikan ukhuwwah itu ikhlas karena Allah semata.
2. Menjadikan ukhuwwah yang pertalian didalamnya atas dasar iman dan takwa.
3. Menjadikan ukhuwwah yang didalamnya ada rasa komitmen untuk selalu menjalankan apa yang ditulis di Al-Qur’an dan dipesankan Rasulnya.
4. Melestarikan ukhuwwah selalu saling menasihati dalam kebaikan.
5. Menjadikan ukhuwwah atas dasar ta’awun dan tafakul baik dalam waktu sempit maupun lapang.

Rasulullah bersabda, “Ya Tuhanku, aku adalah hamba-Mu—Engkau menyandangkan kemuliaan tanpa akhir dan memberi pahala tanpa akhir. Sebelum melakukan suatu tindakan, kita telah diberi kemuliaan. Jika kita mengetahui hal tersebut maka segalanya adalah untuk Allah. Salah satu tindakan yang penting adalah berhubungan dengan sesama manusia. Hal ini juga harus dilakukan karena Allah dan dengan cinta untuk Allah bukan dengan cinta untuk dirimu, sebab jika kalian mencintai seseorang bukan karena Allah , kadang-kadang cinta itu bisa rusak, tetapi jika cinta itu untuk Allah , dia tidak akan meninggalkanmu.

Segala sesuatu untuk Allah akan berlangsung terus-menerus, permanen sedangkan segala sesuatu untuk diri sendiri bersifat sementara. Oleh sebab itu ambillah yang permanen, jangan yang bersifat sementara. Cinta adalah anugerah yang paling berharga yang diberikan oleh Allah kepada kita melalui Rasulullah . Pada saat kalian memberikan cinta kepada seseorang berarti kalian memberikan sesuatu yang paling berharga yang kalian miliki. Berikanlah cinta itu kepada Allah agar menjadi permanen.

Jika kalian memberi cinta yang sifatnya sementara, itu berarti munafiq, dan sesungguhnya Allah akan menguji kalian dengan cinta kalian. Grandsyaikh Abdullah Fa’iz ad-Daghestani berkata jika kalian mencintai seseorang dan orang itu memberi segala macam kesulitan dan menyakitimu, kemudian meletakkan tubuhmu dalam mesin pemotong daging. Dan ketika keluar dari mesin tubuhmu masih seperti sediakala, kalian akan tetap mencintainya, berarti itu adalah cinta sejati dan itu adalah cinta untuk Allah . Tetapi jika karena satu kata yang dia ucapkan membuat kalian marah dan tidak mencintainya lagi, berarti itu adalah cinta palsu yang tidak nyata. Tak seorang pun akan menerima cinta seperti itu.

Saat kalian berkata bahwa kalian mencintainya karena Allah , kalian harus menerima segala hal yang berasal dari-Nya, kalau tidak kalian adalah orang yang munafiq. Berikanlah cintamu demi Allah sehingga pada saat dia mengganggumu,cintamu adalah untuk Allah. Hal ini sangat penting untuk diketahui dan dipelajari karena ini bisa membawa kalian ke posisi tertinggi. Semoga Allah memberi kita cinta yang tidak pernah berubah karena sesuatu, yang bersifat permanen dalam segala kondisi.

Cinta yang dijalin karena kepentingan duniawi tidak mungkin bisa langgeng. Bila manfaat duniawi sudah tidak diperoleh biasanya mereka dengan sendirinya berpisah bahkan mungkin saling bermusuhan. Berbeda dengan cinta yang dijalin karena Allah, tidak ada maksud dan tujuan kecuali Allah dan tidak mengharapan balasan kecuali dari Allah, mereka akan menjadi saudara yang saling mengasihi dan saling membantu, dan persaudaraan itu tetap akan berlanjut hingga di negeri Akhirat. Allah berfirman, artinya, “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67) Ya Allah, anugerahilah kami hati yang bisa mencintai teman-teman kami hanya karena mengharap keridhaan-Mu. Amin. (Ibnu Umar)


Ketahuilah, setiap orang arif tidak cinta segala sesuatu melainkan hanya cinta kepada Allah. Karena ia berkeyakinan dalam hati bahwa seluruhnya dari Allah. Dan melazimkan Cinta kepada Allah akan senang pada makhluk-Nya dan segala perbuatannya. Karena cinta kepadanya akan mendatangkan cinta kepada Allah, seperti cinta kepada Nabi Muhammad SAW karena beliau adalah pesuruh Allah.Begitu juga cinta kepada para sahabatnya karena cinta kepada Nabi SAW. Sedangkan cinta Nabi SAW akan menarik cinta kepada Allah. Begitu juga cinta kepada auliya’, dan ulama itu cinta kepada Allah. Cinta kepada makanan karena cinta kepada Allah, sebab makanan salah satu nikmat-Nya yang menjadi penguat untuk beribadah. Cinta kepada pakaian dan perempuan dan segala isi dunia karena cinta kepada Allah, semuanya nikmat Allah yang diberikan kepada kita. Setiap yang engkau cintai dikiaskan cinta kepada Allah.

Maka jika ada seseorang yang mengucapkan Ana yuhibbuka fillah (aku mencintaimu karena Allah), maka dalam arti yang sebenar-benarnya ialah cintanya itu ialah semata-mata karena Allah, yang dimaksud kalimat cinta disini bukanlah sebagaimana kalimat cinta antara hubungan asmara pemuda-pemudi, akan tetapi lebih cenderung kepada hubungan cinta kasih yang ikhlas antara sesama muslim dalam arti persaudaraan serta tidak ada nafsu dan syahwat yang melekat, karena bukan nafsu dan syahwat lah ia cinta melainkan karena hanya Allah. Karena dengan ia melihat/teringat seseorang tersebut, maka dia `melihat’ pandangan bathinnya tertuju semata-mata karena Allah dan mendatangkan kecintaan terhadap Allah atau urusan ukrawi, sebagaimana dalam cerita berikut:
Dari Anas bin Malik ra. Ia berkata : ayat 89 surah An-Nisa turun berkait dengan sikap seorang pelayan Rasul SAW. Yang bernama Tsauban. Ia sangat beruntung ditakdirkan oleh Allah menjadi manusia yang sangat merindukan Rasul SAW akibat cinta yang menghanguskan (maaf saya istilahkan gila cinta), hilanglah rasa sabarnya, jika terlalu lama berpisah dengan Beliau SAW. Mungkin dalam dunia remaja, bagai seorang gadis jatuh cinta pada seseorang jejaka untuk pertama kalinya, kemudian ditinggal pergi oleh jejaka (sang kekasih) tersebut.
Alkisah, pada suatu hari Tsauban datang menghadap Rasul SAW dengan raut muka berubah, tubuh kurus, kering kerontang dan terlihat mencolok kesedihan di wajahnya. Ketika hal itu di tanya oleh Rasul SAW. Tsauban menjawab: Ya Rasul, sebenarnya tubuhku tidak sakit, dan tidak menderita penyakit apapun, kecuali jika aku tidak melihat engkaul lenyaplah kesabaranku, hingga aku menjumpaimu, lalu ingatanku tertuju pada akhirat. Kalau sudah demikian maka timbullah kekhawatiranku jangan-jangan aku tidak melihat wajahmu disana, sebab aku tahu pasti bahwa kedudukanmu bersam para Nabi terdahulu, dan seandainya aku masuk sorgapun kondisi tempatku jauh berbeda dengan maqom/kedudukan engkau, bahkan jika aku tidak dimasukkan ke sorga, maka untuk selama-lamanya aku tidak dapat lagi memandang wajahmu, kemudian bagaimana dengan nasibku kelak diakhirat? dengan demikian maka turunlah ayat 69 surat An-nissa tersebut:
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.

Dengan adanya cinta kepada Allah maka tentu ia akan melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi larangannya.

Nabi SAW. Bersabda:
Amal yang paling utama ialah cinta karena Allah dan benci juga karena Allah. (hadits ini dikutip dari Hisanil Mashabuh, riwayat dari Abu Hurairah)

Didalamnya menyimpan isyarat bahwa orang mukmin tidak boleh tidak, harus mempunyai kawan yang saling mencintai semata karena Allah SWT. Dan harus ada yang saling membencinya karena ia melanggar laranganNya, sebab orang disenangi itu pasti ada salah satu sebabnya, maka sudah semestinya ia dibenci juga akibat bertentangan dan dialah orang yang menjadi sasaran senang atau benci, namun mereka berdua dalam satu hati, maksudnya senang dan marah/benci membenam dalam lubuk hati, dan salah satunya akan timbul disaat menang. Dan disaat rasa senang itu timbul maka terlihat nyata rasa kasih sayang, ia akan mendekat dan mendukungnya. Itulah yang disebut Muwala/berturut-turut saling berkasih sayang. Dan ketika marah/benci menang, maka terlihat nyata sebagaimana perbuatan memarahi, saling menjauhi dan bertentangan, itulah yang disebut ma’adah/saling bertentangan.


Sayyidina abubakar Siddiq ra. Berkata: Barang siapa ikhlas merasakan nikmat cinta kepada Allah niscaya akan enggang bekerja untuk dunia dan sungkan bergaul dengan manusia.

Sabda Nabi SAW.:
Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu hingga Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada diri sendiri, keluarga, anak, harta dan seluruh manusia

Makna mahabbah adalah condong hati kepada sesuatu yang disukai. Setiap yang nikmat pasti disukai oleh nafsu, dan karena inilah Nabi SAW. bersabda:
Aku diberi kesenangan terhadap tiga perkara dari duniamu: Minyak wangi, perempuan dan ketenanganku dijadikan waktu shalat (khusu di dalam shalat)

Ketahuilah cinta kepada Allah terbagi menjadi dua:
  1. Fardlu atau wajib. Yakni cinta kepada Allah untuk menjalankan ibadah wajib, menjauhi maksiat serta ridha kepada qadha dan qadar-Nya.
  2. sunat, yakni cinta kepada Allah yang membawa kepada berbuat ibadah sunnat dan menjauhi yang syubahat.

Cinta kepada Allah mempunyai beberapa ciri, antara lain: mendahulukan mengerjakan perintah Allah daripada yang disenangi dan suka kepada mati (tidak benci dengan kematian), benci kepada dunia serta hatinya tidak condong kepadanya.

Rabi’ah adalah sufi pertama yang memperkenalkan ajaran Mahabbah (Cinta) Ilahi, sebuah jenjang (maqam) atau tingkatan yang dilalui oleh seorang salik (penempuh jalan Ilahi). Selain Rabi’ah al-Adawiyah, sufi lain yang memperkenalkan ajaran mahabbah adalah Maulana Jalaluddin Rumi, sufi penyair yang lahir di Persia tahun 604 H/1207 M dan wafat tahun 672 H/1273 M. Jalaluddin Rumi banyak mengenalkan konsep Mahabbah melalui syai’ir-sya’irnya, terutama dalam Matsnawi dan Diwan-i Syam-I Tabriz.

Sepanjang sejarahnya, konsep Cinta Ilahi (Mahabbatullah) yang diperkenalkan Rabi’ah ini telah banyak dibahas oleh berbagai kalangan. Sebab, konsep dan ajaran Cinta Rabi’ah memiliki makna dan hakikat yang terdalam dari sekadar Cinta itu sendiri. Bahkan, menurut kaum sufi, Mahabbatullah tak lain adalah sebuah maqam (stasiun, atau jenjang yang harus dilalui oleh para penempuh jalan Ilahi untuk mencapai ridla Allah dalam beribadah) bahkan puncak dari semua maqam. Hujjatul Islam Imam al-Ghazali misalnya mengatakan, “Setelah Mahabbatullah, tidak ada lagi maqam, kecuali hanya merupakan buah dari padanya serta mengikuti darinya, seperti rindu (syauq), intim (uns), dan kepuasan hati (ridla)”.

Rabi’ah telah mencapai puncak dari maqam itu, yakni Mahabbahtullah. Untuk menjelaskan bagaimana Cinta Rabi’ah kepada Allah, tampaknya agak sulit untuk didefinisikan dengan kata-kata. Dengan kata lain, Cinta Ilahi bukanlah hal yang dapat dielaborasi secara pasti, baik melalui kata-kata maupun simbol-simbol. Para sufi sendiri berbeda-beda pendapat untuk mendefinisikan Cinta Ilahi ini. Sebab, pendefinisian Cinta Ilahi lebih didasarkan kepada perbedaan pengalaman spiritual yang dialami oleh para sufi dalam menempuh perjalanan ruhaninya kepada Sang Khalik. Cinta Rabi’ah adalah Cinta spiritual (Cinta qudus), bukan Cinta al-hubb al-hawa (cinta nafsu) atau Cinta yang lain.
Saking khusuknya Rabi’ah dalam dzikir mahabbah (cintanya) pada Allah SWT. Hingga ia tidak sempat membenci syetan. Subhanallah untuk keagungan dan kesempurnaan sebuah hakikat cinta.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah (691-751 H) membagi Cinta menjadi empat bagian.Pertama, mencintai Allah. Dengan mencintai Allah seseorang belum tentu selamat dari azab Allah, atau mendapatkan pahala-Nya, karena orang-orang musyrik, penyembah salib, Yahudi, dan lain-lain juga mencintai Allah.Kedua, mencintai apa-apa yang dicintai Allah. Cinta inilah yang dapat menggolongkan orang yang telah masuk Islam dan mengeluarkannya dari kekafiran. Manusia yang paling Cintai adalah yang paling kuat dengan cinta ini.Ketiga, Cinta untuk Allah dan kepada Allah. Cinta ini termasuk perkembangan dari mencintai apa-apa yang dicintai Allah.Keempat, Cinta bersama Allah. Cinta jenis ini syirik. Setiap orang mencintai sesuatu bersama Allah dan bukan untuk Allah, maka sesungguhnya dia telah menjadikan sesuatu selain Allah. Inilah cinta orang-orang musyrik.

Pokok ibadah, menurut Ibnu Qayyim, adalah Cinta kepada Allah, bahkan mengkhususkan hanya Cinta kepada Allah semata. Jadi, hendaklah semua Cinta itu hanya kepada Allah, tidak mencintai yang lain bersamaan mencintai-Nya. Ia mencintai sesuatu itu hanyalah karena Allah dan berada di jalan Allah.

Cinta sejati adalah bilamana seluruh dirimu akan kau serahkan untukmu Kekasih (Allah), hingga tidak tersisa sama sekali untukmu (lantaran seluruhnya sudah engkau berikan kepada Allah) dan hendaklah engkau cemburu (ghirah), bila ada orang yang mencintai Kekasihmu melebihi Cintamu kepada-Nya. Sebuah sya’ir mengatakan:
Aku cemburu kepada-Nya,
Karena aku Cinta kepada-Nya,
Setelah itu aku teringat akan kadar Cintaku,
Akhirnya aku dapat mengendalikan cemburuku






Sekian, wallahu a’lam bissawab
Yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada yang bertanya. Jika terdapat keraguan dan ketidak jelasan maka bertanyalah pada yang ahlinya.

Pesan yang terdapat dalam kitab imam Nawawi:
1. Tanda perbuatan dosa adalah timbulnya keragu-raguan dalam jiwa dan tidak suka kalau hal itu diketahui orang lain.
2. Siapa yang ingin melakukan suatu perbuatan maka hendaklah dia menanyakan hal
tersebut pada dirinya .
3. Anjuran untuk berakhlak mulia karena akhlak yang mulia termasuk unsur kebaikan yang sangat besar.
4. Hati seorang mu’min akan tenang dengan perbuatan yang halal dan gusar dengan perbuatan haram.
5. Melihat terlebih dahulu ketetapan hukum sebelum mengambil tindakan. Ambillah yang
paling dekat dengan ketakwaan dan kewara’an dalam agama.
6. Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam ketika menyampaikan sesuatu kepada para
shahabatnya selalu mempertimbangkan kondisi mereka.
7. Perhatian Islam terhadap pendidikan sisi agama yang bersifat internal dalam hati orang
beriman dan meminta keputusannya sebelum mengambil tindakan.

Search Our Site

Bookmark Us

Delicious Digg Facebook Favorites More Stumbleupon Twitter